Infrastructure Development and Poverty Reduction


Pembangunan memiliki banyak arti, tergantung dengan konteks apa pembangunan itu dibicarakan. Dalam konsep pembangunan perkotaan terdiri dari perluasan fisik yaitu mengacu pada perubahan ruang (dari daerah terbangun menjadi daerah tak terbangun) dan perubahan fungsional yaitu perubahan penggunaan lahan. Tulisan ini secara khusus akan membahas tentang pembangunan infrastruktur di Kota Surakarta dalam kaitannya dengan fenomena peminggiran masyarakat miskin.
Usman (2010) mengemukaan bahwa definisi infrastruktur adalah fasilitas fisik beserta sistem layanannya, misalnya perumahan, transportasi, fasilitas kesehatan, instalasi air bersih, instalasi air limbah, instalasi pembuangan sampah, telekomunikasi, fasilitas pendidikan, dll. Pembangunan infrastruktur sangat diperlukan, seperti yang dikemukakan oleh Brussel (2010) bahwa penyediaan infrastruktur dimaksudkan untuk mempertemukan kebutuhan dasar manusia dan meningkatkan kualitas hidup, menstimulasi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, menstimulasi pembangunan ekonomi, menyediakan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Penyediaan infrastruktur ini juga harus memenuhi prinsip pemerataan, efektif dan efisien (Usman, 2010)
Mari kita lihat beberapa pembangunan infrastruktur yang terjadi di Kota Surakarta. Pertama, pembangunan perumahan. Fokus utama adalah pembangunan rumah susun (rusun) oleh pemerintah dan pembangunan apartemen oleh pengembang swasta. Saat ini, Surakarta telah memiliki 4 rusunawa, yaitu Begalon, Jurug, Semanggi, dan Kerkop. Akhir tahun ini, Pemkot Surakarta akan membangun lagi 7 rusunawa yang berlokasi di Solo Utara ( www.surakarta.go.id). Kebutuhan perumahan di Surakarta menang tinggi, saat ini ada sekitar 500 warga yang berkeinginan menyewa rusunawa (www.solopos.com). Tingginya permintaan ini kurang bisa dipenuhi karena keterbatasan lahan (DPU Surakarta). Sementara itu pembangunan apartemen di Surakarta juga mengalami peningkatan. Sumber Wikipedia menyebutkan bahwa ada 3 apartemen besar yang ada di Surakarta, yaitu Kusuma Sahid Prince Apartement, Solo Center Point Apartement, dan Solo Paragon Apartement (www.wikipedia.com). Ketiga apartement ini terletak di tengah kota Surakarta. Melalui fakta ini, dapat dilihat beberapa fakta yang akan memperlihatkan keberpihakan pemerintah kota terhadap pemilik modal besar, antara lain pembangunan rusunawa (rumah susun sederhana sewa) untuk masyarakat menengah ke bawah, dan terletak di pinggir kota. Sedangkan akses penghuni rusunawa terhadap kendaraan umum dan fasilitas lain kurang  diperhatikan. Misalnya di Rusunawa Jurug yang terletak di Jalan Ki Hajar Dewantoro. Di depan rusunawa ini belum ada kendaraan umum yang melintas, harus berjalan kaki dahulu menuju jalan yang dilewati kendaraan umum, begitu pula dengan di kawasan Kerkop, Begalon, dan Semanggi. Sementara itu, keadaan sebaliknya dialami oleh penghuni apartemen yang letaknya di tengah kota. Apartement berlokasi di tengah kota sehingga memiliki akses yang baik terhadap fasilitas publik, misalnya transportasi umum, fasilitas kesehatan, dan pusat ekonomi. Mengapa apartemen bisa dibangun di tengah kota? Bukankah untuk membangung rusunawa pemerintah kesulitan karena keterbatasan lahan? Inilah bukti bahwa pemilih modal besar yang selalu mendapat kesempatan dan kemudahan, mereka bisa membeli tanah di tengah kota untuk dibangun apartement dan telah mendapat ijin dari pemerintah kota. Dan yang dapat mengakses aparetemen ini adalah warga kelas menengah ke atas, mereka dimudahkan dengan fasilitas yang ada.
Selanjutnya adalah pembangunan pasar untuk menampung Pedagang Kaki Lima (PKL) yang direlokasi. Ada dua pasar yang khusus dibangun untuk menampung PKL yaitu Pasar Panggungrejo dan Pasar Notoharjo. Pasar Panggungrejo dibangun untuk menampung PKL hasil relokasi di jalan ki Hajar Dewantoro (belakang kampus UNS) dan Pasar Notoharjo untuk menampung PKL dari kawasan Monumen Banjarsari dan jalan veteran. Pasar ini khusus menampung pedagang klithikan. Jika dilihat lokasi pembangunan pasar, dapat dilihat bahwa pasar panggungrejo terletak di belakang kampus UNS, sedangkan pasar Klitikan Notoharjo terletak di Kelurahan Semanggi. Dilihat dari segi akses, kedua pasar ini memiliki akses yang kurang baik sehingga belum banyak dikunjungi masyarakat. Pasar Panggungrejo bahkan belum menunjukkan perkembangan yang baik, sebagian besar pedagang yang memiliki kios di pasar tersebut tutup dan tidak berjualan sehingga kondisi pasar sepi. Pedagang pasar panggungrejo yang rata2 berjualan makanan, penyedia jasa fotokopi, dan counter pulsa kalah bersaing dengan pedagang di luar pasar.
Ketiga, pembangunan gedung baru di RSUD dr Moewardi. Gedung baru yang dibangun adalah gedung khusus yaitu jantung terpadu. Mengapa gedung yang dibangun adalah gedung untuk penyakit jantung, sedangkan jantung adalah penyakit yang sebagian besar diderita oleh orang kaya. Mengapa pembangunan tidak difokuskan untuk peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat miskin, misalnya menambah bangsal perawatan, serta menyederhanakan proses administrasi yang selama ini masih dianggap terlalu rumit dan lama.
Keempat, adalah layanan pengolahan air limbah. Di Surakarta terdapat 2 Instalasi Pengolahan Air Limbah  (IPAL) terpusat untuk melayani seluruh warga surakarta. Namun, menurut pengelola IPAL (PDAM) baru 12% yang telah mengakses layanan limbah tersebut, selebihnya masih menggunakan septick tank pribadi. Rendahnya tingkat sambungan tersebut dikarenakan biaya untuk menyambung relatif mahal untuk ukuran masyarakat menengah kebawah. Menurut Kepala Bidang Pelayanan Air Limbah PDAM Surakarta, biaya untuk pemasangan sambungan rumah tangga sebesar 635.000 dengan syarat jarak rumah dari pipa utama tidak lebih dari 12 meter, dan memenuhi syarat grafitasi. Ketika beliau ditanya tentang prioritas pemasangan untuk sambungan rumah, beliau menyatakan jika ada hibah, maka yang diprioritaskan adalah yang masyarakat sekitar yang sudah mendaftar. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa belum ada keberpihakan terhadap masyarakat yang rentan terhadap bahaya pencemaran air limbah. Pembangunan baru bisa dinikmati oleh mereka yang mampu membayar.
 Dari keempat contoh di atas, dapat diketahui bahwa pembangunan yang terjadi di Kota Surakarta belum memenuhi konsep pemerataan terhadap seluruh masyarakat, khususnya masyarakat yang rentan secara ekonomi. Sehingga tujuan pembangunan infrastruktur yang salah satunya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat belum memenuhi ketercapaiannya, karena justru masyarakat miskin belum dapat menikmati manisnya pembangunan disebabkan karena kurangnya akses yang dimilikinya terhadap penyediaan infrastruktur oleh pemerintah. Seharusnya pemerintah sebagai pelayan masyarakat, mampu mendekatkan akses  masyarakat, khususnya masyarakat miskin terhadap penyediaan infrastruktur .


Sumber:
Brussel, Mark. 2010. Key persepctives on infrastructure. Lecture’s Note
Usman, Sunyoto. 2010. Management of Infrastructure and Community Development. Lecture’s Note
wawancara dengan kepala bidang pelayanan air limbah, PDAM Surakarta

Comments

Popular Posts