Berawal Dari Candi Di Kaki Lawu,Berakhir Di Hargo Dumilah (Part 1)

Saat aku ditawari seorang teman buat naik gunung ini, aku langsung mengiyakan. Karena sebelumnya rencana naik Sumbing gagal karena lagi ga libur kerja. Ahh...Lawu, dibayanganku itu tidak seram. Eits..tunggu dulu, tidak semudah itu, kami tidak melewati jalur pendakian yang biasanya. Pendakian kali ini berawal dari Candi Ceto, salah satu candi yang berlokasi di lereng Lawu. Hzz...sebenarnya aku tidak punya bayangan sama sekali, akan seperti apakah nanti melewati jalur ini. Bayangin dulu ya, dari perkiraan perjalanan 8 jam, akhirnya harus molor sampai 12 jam, salah satunya adalah aku penyebabnya karena jalannya lambat..hahaha.. (maafin ya.., tapi meurutku kemampuanku naik gunung sudah meningkat daripada waktu pertamakali naik ke Sindoro kemarin, secara kemarin ga bawa tas full sampai puncak, sekarang harus bawa barang sendiri sampai puncak, amazing :) lebay dikit)

Perjalanan berawal dari candi di atas situ tuh...naiknya lumayan deh, after that go to the first stopsite alias Pos 1. Lupa deh berapa menit waktunya, ga nyatet. Perjalanan ke pos 1 didominasi sama vegetasi hutan yang sangat lebat dan basah, kayaknya baru turun hujan, plus jalanan licin, must be carefull ya...
Look at the picture..hijau semua kan (the scenery,i mean,,,) dan karena aku bukan orang biologi jadi ga bisa bahas detail apa aja tumbuhan yang ada di sana..hehee...palingan kalau disuruh menghubungkan antara geografi dan biologi, langsung keingat sama teori iklimnya Junghuhn. Well, siapa Junghuhn? pemersatu geografi dan bologi (eh..) junghuhn adalah salah satu tokoh berkebangsaan Jerman yang sangat mengenal Jawa (melebihi orang Jawa sendiri..#kasarkastik). Ini dia salah satu kutipan kata-kata Junghuhn yang dikutip dan diterjemahkan dari kata pengantar buku magnum opusnya, “Java, seine Gestalt, Pflanzendecke und innere Bauart”, 1854) (Jawa: Bentuknya, Flora dan Struktur-Dalamnya)
 
“Di sana aku menghargai dan memelihara ilmuku bagaikan benda keramat, selama 12 tahun aku menjelajahi gunung-gunung dan hutan-hutan Kepulauan Sunda yang mempesonakan itu. Dengan sengaja aku mengikuti jalan setapak yang sepi, dan tidak ada petunjuk jalan lain yang menemaniku kecuali KECINTAAN pada pekerjaan itu dan ANTUSIASME.”

aduhh..tp aku lagi gak mau bahas ini...skip aja ya..btw kalo masih penasaran lihat gambarnya ini deh:

Kalo menurut klasifikasi iklim Junghuhn, ini nih deskripsinya:
1. Daerah panas/tropis Ketinggian tempat antara 0 – 600 m dari permukaan laut. Suhu 26,3° – 22°C. Tanamannya seperti padi, jagung, kopi, tembakau, tebu, karet, kelapa, dan cokelat.
2. Daerah sedang Ketinggian tempat 600 – 1500 m dari permukaan laut. Suhu 22° -17,1°C. Tanamannya seperti padi, tembakau, teh, kopi, cokelat, kina, dan sayur-sayuran.
3. Daerah sejuk Ketinggian tempat 1500 – 2500 m dari permukaan laut. Suhu 17,1° – 11,1°C. Tanamannya seperti teh, kopi, kina, dan sayur-sayuran.
4. Daerah dingin Ketinggian tempat lebih dari 2500 m dari permukaan laut. Suhu 11,1° – 6,2°C. Tanamannya tidak ada tanaman budidaya kecuali sejenis lumut.
Nah tapi..pak junghuhn ni mengklasifikasikan iklimnya berdasarkan dengan ketinggian dan jenis tanaman budaya yang dapat tumbuh di daerah tersebut..
Nah ini dibuktikan dengan awal perjalanan kami yang berketinggian kurleb 1500 mdpl tuh letaknya setelah daerah kemuning yang merupakan kebun teh. Kalau dicocokkan sama Iklim Junghuhn cocok kan?
Oke lanjut ke pos 2, kayak gini nih gambarnya:
Pos 2, masih dihuni hujan hutan tropis dengan vegetasi rapat, tanah coklat kehitaman karena unsur humusnya yang kaya dan banyak cacing hilir mudik disini...yag ini mah ngeriiii....

Okee..lanjut part 2 di sini

Comments

Popular Posts